Pesona Kampung Adat Tutubhada di Kabupaten Nagekeo

oleh
oleh
Foto. Wisata Kampung Adat Tutubhada

BahasaPublik.com – Wisata budaya memiliki daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Keutamaan dan keuntungan wisata budaya yang tentunya memuat kearifan lokal yang dapat digandeng dengan wisata sejarah.

Hal ini menjadikan daya jual wisata budaya tidak kalah dengan wisata alam, atau yang saat ini sedang ngetrend yaitu perpaduan wisata alam dan wisata buatan.

Wisata budaya seperti ritual atau tarian adat usai panen padi yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu juga memiliki kelebihan tersendiri yaitu dapat dijadikan agenda atau disertakan dalam kalender wisata tahunan oleh pemerintah setempat.

Salah satu wisata budaya yang patut dilestarikan adalah kampung adat. Pulau Flores kaya akan kampung adat, salah satunya Tutubhada.

Kampung Adat Tutubhada terletak di Desa Rendu Tutubhada, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo.

Berada pada jalur tengah antara Kota Boawae dengan Kota Mbay sebagai Ibu Kota Kabupaten Nagekeo, Kampung Adat Tutubhada berada di ketinggian 359 mdpl.

Jarak tempuh dari Kota Mbay menuju kampung ini hanya sekitar sekitar 12,5 kilometer atau 30 menit berkendara dengan kondisi jalan beraspal namun bertopografi agak ekstrim karena tanjakan dan turunan yang terjal. Kedua lokasi ini, wisatawan dapat menikmati bebatuan alam berbentuk kodok yang oleh masyarakat lokal disebut Batu Kodok.

Kampung Adat Tutubhada mudah ditemui dikarenakan adanya gapura penyambutan di bibir kampung dengan jalan setapak tertata rapi menuju kampung.

Layaknya kampung adat pada umumnya, Kampung Adat Tutubhada merupakan sebuah lokasi perkampungan adat yang di dalamnya terdapat rumah-rumah adat (ulu manu), batu persembahan, dan lapangan atau halaman sentral sebagai tempat melakukan upacara-upacara adat seperti tinju adat (etu).

Rumah-rumah adat dibangun di empat sisi areal dengan pintu menghadap ke halaman sentral tersebut.

Tiba di Kampung Adat Tutubhada, wisatawan cukup melapor pada penjaga yang biasanya mendiami salah satu rumah paling dekat dengan tangga masuk, dan mengisi buku tamu. Tidak ada batasan waktu wisatawan mengeksplor keseluruhan kampung adat tersebut termasuk warisan budaya lainnya seperti makam kuno, meriam, gong, hingga senapan.

Meskipun tidak tersedia pedagang makanan dan minuman sebagai penopang suatu tempat wisata, wisatawan masih dapat menikmati makanan dan minuman pada wisata buatan yang terletak berdampingan dengan Kampung Adat Tutubhada, di mana sebuah patung tas raksasa dibangun.

Patung tas raksasa ini merupakan patung tas bere khas masyarakat Kabupaten Nagekeo. Meskipun dibangun kemudian dan merupakan wisata buatan, patung tas ini dapat dikatakan sebagai signature dari Kampung Adat Tutubhada.

Di sekitar area patung tas tersebut, dibangun rumah-rumah panggung tempat masyarakat lokal berjualan makanan, minuman, selendang tenunan khas daerah tersebut, hingga penyediaan listrik bagi wisatawan yang membutuhkan.

Di sekitar patung tas tersedia lopo-lopo tempat wisatawan beristirahat. Menariknya, dari ketinggian lokasi ini wisatawan dapat menikmati panorama “seribu bukit”.

Disebut seribu bukit karena bukit-bukit membentuk layer yang memukau di kejauhan. Panorama ini merupakan surga bagi para pecinta fotografi.

Salah satu elemen penting yang sering diabaikan oleh pengelola tempat wisata adalah kebutuhan akan kamar mandi. Tapi jangan kuatir, di Kampung Adat Tutubhada tersedia kamar mandi yang bersih dan dapat digunakan oleh wisatawan tanpa membayar biaya tambahan.

Penulis: Hamka Maku

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *