Malioboro Tak Lagi Seperti Dulu

oleh
oleh
(Foto.dok. goodnewsfromindonesia)

BahasaPublik, YOGYAKARTA – Jalan Malioboro yang dikenal sebagai tempat wisata kuliner Pedagang Kaki Lima (PKL) kini tak lagi dijumpai sejak Pemerintah Daerah setempat memutuskan untuk melakukan relokasi.

Sebelum direlokasi, sejauh mata memandang nampak jelas gerobak jajanan ragam kuliner angkringan khas Yogyakarta yang berjejer rapi di sepanjang tepi jalan Malioboro.

Amat ramai cengkerama warga setempat maupun wisatawan yang duduk bersila, berhadapan dengan beralaskan karpet sembari menikmati kuliner di sepanjang bahu jalan. Malam hari sunggung sangat ramai.

Tak sedikit orang pun menyebut jika suasana itulah yang menarik perhatian sekaligus pelengkap ketika mengunjungi kota pelajar ini.

Namun kini, potret jalan Malioboro tak lagi dihiasi gerobak jajanan kuliner sebagaimana ciri khas tersendiri yang jarang dijumpai di daerah lain selain di Kota Yogyakarta.

Berdasarkan pantauan, sepanjang jalan Malioboro tak ubahnya seperti jalan yang sunyi di tengah keramaian.

Hanya terlihat para pejalan yang disibukkan dengan aktivitas masing – masing. Bahkan, jalan itu malah ramai dengan garis polisi dan pembatas jalan berwarna orange. Sebuah tanda larangan berjualan di area tersebut.

Kalaupun ada pedagang yang berjualan di area terlarang itu, hanya ada satu atau dua orang saja. Itu pun, mereka harus kucing – kucingan alias berjaga – jaga jangan sampai terciduk mobil patroli dari Satpol PP setempat.

Salah seorang pedagang bernama Mukhtar mengatakan semenjak pemerintah setempat merelokasi jalan Malioboro para pedagang yang biasa berjualan di area tersebut sontak tersebar dimana – mana.

Mereka pun turut mengeluhkan kesulitan pendapatan setelah area jalan Malioboro direlokasi oleh pemerintah setempat.

“Mana rakyat kecil ini tidak punya penghasilan tetap. Dari hasil dagangan juga hanya untuk kebutuhan makan sehari – hari,”katanya.

Tak hanya itu, dia juga bilang tidak mempunyai modal untuk menyewa tempat untuk berjualan terlebih lagi dengan adanya pandemi Covid -19.

“Misalnya kita jangan jualan disini, dikasih tempat disana to, ya sewa perbulan berapa. Kalau saya punya uang pasti sewa tempat supaya tenang to.  Orang miskin ini semakin sengsara pak “katanya dengan aura wajah murung.

Dia pun mengaku ketika berjualan ditempat yang direlokasi itu harus berjaga – jaga karena jangan sampai kedapatan petugas.

“Kalau gerobak dorongan begini paling siang sampai sore jualan disini karena kalau malam Satpol PP sudah jam kerja lagi. Hasilnya begini, harus kucing – kucingan dengan Satpol PP,”ungkap Mukhtar.

“Kalau kedepan diberikan dulu peringatan tiga kali. Tapi kalau ada yang lihat duluan Satpolnya datang kita pindah lagi ketempat lain. Kami ingin pemerintah tidak hanya obrak – abrik saja tapi harus ada jalan keluarnya,”tuturnya.

Senada dengan Mukhtar, Wahimin yang juga pedagang soto ayam menerangkan bahwa dirinya juga menjadi korban relokasi.

“Oh iya, disini sudah gusuran, katanya direlokasi ternyata tidak. Ini namanya gusur paksa ini. Dulu disini rameh siang malam yang jualan sekarang sudah bedah,”pungkasnya.

Informasi dihimpun dari CNN Indonesia Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X akan merelokasi setidaknya 1.700an pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Pasar Malioboro, Kota Yogyakarta.

Sri Sultan mengaku sudah lama ingin menertibkan kawasan Malioboro. Dia berkata sudah sabar menunggu relokasi PKL dari Malioboro.

“Ya jadi, ya [relokasi tetap jalan]. Saya sudah menunggu 18 tahun untuk pindah, jadi enggak cuma mundur 3 tahun,” ucap Sri Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta pada Selasa (25/1).

“Saiki iso, kenapa besok?” imbuhnya.

Sultan HB X Perintahkan Gusur PKL Malioboro, Keputusan Sudah Bulat

Gubernur DIY itu menegaskan lapak-lapak di pinggir jalan Pasar Malioboro bukan untuk berdagang. Menurut Sri Sultan, lahan yang menjadi lapak-lapak PKL di Malioboro itu milik pemerintah, dan hak toko di belakangnya.

Dikatakan, Sri Sultan bakal memindahkan para PKL dari Malioboro itu di dua lokasi. Sebagian PKL ditempatkan di bekas Gedung Bioskop Indra, Ngupasan, Gondomanan. Kemudian sebagian lainnya direlokasi ke bekas Kantor Gedung Dinas Pariwisata DIY. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *